Tulisan yang ada di blog saya ini adalah tugas-tugas kuliah saya semata. Bagi-bagi aja, siapa tau tugasnya sama....hemmm.

Minggu, 23 Januari 2011

Strategi Pembelajaran

METODE CERAMAH
A. Pengertian
Ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar.
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. (Muhibbin Syah, 2000). Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa.
Selama ini banyak guru atau dosen atau bahkan semuanya yang menggunakan metode ceramah dalam mengajar, namun belum banyak yang menyadari apa sebenarnya metode ceramah itu. Pada metode ceramah, seorang pengajar adalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab terhadap penyampaian materi kepada peserta didik, sehingga arah komunikasi cenderung hanya satu arah, yaitu dari pengajar ke peserta didik.
Dari pernyataan di atas, bukan berarti metode ceramah ini berada di bawah level metode-metode pembelajaran yang lain, melainkan metode ceramah ini tidak kalah dibanding metode-metode lainnya.
B. Tujuan Metode Ceramah
Berdasarkan pengertian di atas, jika seorang guru atau dosen ingin menggunakan metode ceramah, maka dia harus dapat mencapai tujuan yang telah dibuatnya.
Penggunaan metode ceramah memiliki beberapa tujuan. Tujuan penggunaan metode ceramah untuk pembelajaran sebagai berikut (Turney, dalam Moedjiono, dkk, 1996):
1. Mengarahkan siswa memperoleh pemahaman yang jelas tentang masalah yang dihadapi.
2. Membantu siswa memahami generalisasi, rules, prinsip berdasar penalaran dan objektivitas.
3. Melibatkan siswa dalam berpikir melalui pemecahan masalah.
4. Memperoleh umpan balik dari siswa tentang kualitas pemahamannya dan mengatasi kesalahpahaman.
5. Membantu siswa dalam apresiasi dan memproses penalaran serta penggunaan bukti dalam memecahkan keraguan.
Metode ceramah tidak efektif jika dilakukan dengan tujuan menggugah pendapat peserta didik atau bertujuan untuk merubah sikap peserta didik.
Metode ceramah lebih sesuai untuk menyampaikan materi yang banyak dan lebih mengarah kepada pemberian pengetahuan. Karena metode ini bersifat satu arah yaitu dari pengajar ke peserta didik.
C. Keterampilan Menggunakan Metode Ceramah
Agar pembelajaran yang dilakukan dengan metode ceramah dapat mencapai tujuan secara efektif, maka pengajar harus memiliki keterampilan dalan berceramah. Adapun keterampilan ceramah memiliki komponen berikut:
1. Komponen Kejelasan
Bahasa yang digunakan oleh guru harus lugas, sederhana dan tepat. Pengungkapan pernyataan-pernyataannya dari berbagai seginya, baik dari segi pilihan kata, pengucapan maupun volume dan intonasi suara hendaknya tepat.
Pilihan kata perlu disesuaiikan dengan perkembangan bahasa dan kemampuan nalar siswa. Kelancaran dalam mengungkapkan pernyataan sangat dibutuhkan untuk memudahkan peserta didik dalam menangkap keutuhan makna yang diceramahkan. Penggunaan kalimat harus logis dan sedapat mungkin menggunakan struktur kalimat yang sederhana.
2. Penggunaan Contoh
Pemahaman peserta didik tentang konsep, yang tidak lazim dan sulit, dapat ditingkatkan dengan menghubungkan konsep itu dengan situasi-situasi yang dialami peserta didik. Menggunakan bermacam contoh seperti: padanan-padanan verbal sederhana, diagram, sketsa gambar, benda, model, media audio visual dan sebagainya.
3. Penggunaan Penekanan
Selama memberikan penjelasan guru harus memusatkan perhatian peserta didik pada rincian-rincian masalah yang esensial dan mengurangi sedikit mungkin informasi yang tidak esensial. Misalnya menggunakan tanda-tanda verbal yang penting: “pertama”, “penting”, “dengarkan baik-baik”, “jangan lupa”, dan lain-lain.
4. Pemberian Umpan Balik
Guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan pemahamannya atau memberi penjelasan hal yang membingungkan peserta didik. Ini dapat dilakukan dengan memberikan kepada peserta didik untuk bertanya atau menjawab pertanyaan guru.
D. Prinsip-Prinsip Penggunaan Metode Ceramah
Agar pelaksanaan metode ceramah efektif, maka ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh pengajar, yaitu:
1. Penyiapan bahan ceramah secara matang.
2. Pemberitahuan kepada siswa tujuan belajar yang akan dicapai.
3. Penggunaan bahan pengait untuk memahamkan anak tentang keterkaitan bahan ceramah dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik sebelumnya.
4. Penyajian penjelasan awal secara garis besar (review) materi yang akan diceramahkan.
5. Penyajian bahan ceramah diselingi tanya jawab, penggunaan peraga, ilustrasi, dan contoh yang relevan.
6. Penilaian bertahap pada setiap satuan bahasan.
7. Pemberian kesempatan kepada anak untuk mengajukan pertanyaan, tanggapan dan kritik.
8. Penciptaan hubungan pengajar dan peserta didik secara harmonis, terbuka, penuh humor, dan kegembiraan.
9. Penciptaan sosio-emosional kelas secara hangat.
10. Memberikan rangkuman, kesimpulan pada setiap akhir satuan bahasan dan akhir ceramah.
11. Memberikan tugas-tugas lanjutan kepada siswa.
E. Kelebihan dan Kekurangan Metode Ceramah
1. Setiap metode pembelajaran yang digunakan oelh pengajar, tentunya memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Pada metode ceramah juga memiliki beberapa kelabihan diantaranya:
a. Praktis dari sisi persiapan dan media yang digunakan.
b. Efisien dari sisi waktu dan biaya.
c. Dapat menyampaikan materi yang banyak.
d. Mendorong pengajar menguasai materi.
e. Lebih mudah mengontrol kelas.
f. Peserta didik tidak perlu persiapan.
g. Peserta didik dapat langsung menerima ilmu pengetahuan.
h. Dapat diikuti oleh peserta didik dalam jumlah besar.
i. Mudah dilaksanakan. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).
2. Tanpa mengecilkan kelebihan metode ceramah, metode yang hanya mengandalkan indera pendengaran sebagai alat belajar yang dominan ini, mempunyai beberapa kelemahan. Di antaranya adalah:
a. Mudah terganggu oleh hal-hal visual dan rentan terhadap kebisingan.
b. Faktor otak yang cepat melupakan informasi yang didapat dianggap sebagai hal yang dominan.
c. Membuat siswa menjadi pasif
d. Mengandung unsur paksaan kepada siswa.
e. Anak didik yang lebih tanggap dari sisi visual akan lambat menerimanya sedangkan anak yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.
f. Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme.
g. Jika dilakukan terlalu lama akan membosankan. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).



Zaini, Hisyam, dkk. 2006. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
hhtp://studynow.wodpross.com/2007/05/27/strategipengajaran-metodeceramah/

Jumat, 14 Januari 2011

LINGKUNGAN PENDIDIKAN

LINGKUNGAN PENDIDIKAN

Pendidikan adalah kegiatan tang kompleks, berdimensi luas dan banyak variabel yang mempengaruhinya. Sebagai suatu proses psikologi, pendidikan tak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar mengajar. Dari perspektif mengajar, pelakunya adalah guru/ pendidik ataupun pihak yang mendidik. Sedangkan dari perspektif belajar, yang jadi pelakunya adalah peserta didik/ siswa yang melakukan aktifitas belajar. Dengan demikian, pendidikan adalah proses interaksi pendidik dan peserta didik yang memiliki tujuan tertentu. Pendidikan sebagai proses pada dasarnya membimbing peserta didik menuju tahapan kedewasaan, dengan melalui program pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, termasuk di dalamnya pendidikan dalam keluarga serta lingkungan.
A. Pendidikan Sebagai Proses
Pendidikan sebagai proses memberi makna bahwa garapan pendidikan akan senantiasa dinamis, sistematik (berdasarkan sistem tertentu), sistematis dinamika dan perubahan masyarakat yang dilayaninya. Pendidikan sebagai suatu proses memberikan indikasi bahwa garapan pendidikan merupakan interaksi fungsional antar komponen pendidikan.
Sebagai orientasi dalam kerangka memahami garapan pendidikan sebagai proses, maka perlu dikaji empat pokok pertanyaan berikut:
1. Ke arah mana program pendidikan itu akan dilaksanakan?
2. Apa yang sepatutnya dipelajari dalam program pendidikan tersebut?
3. Bagaimana program pendidikan tersebut dilaksanakan?
4. Bagaimana kita mengetahui bahwa program pendidikan tersebut telah mencapai arah yang direncanakan?
Pertanyaan pertama berkaitan erat dengan ihwal arah dan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan berkaitan erat dengan hal yang ingin dicapai dalam program pendidikan. Oleh sebab itu, tujuan sangat berkaitan erat dengan filsafat.
Pertanyaan kedua berkaitan dengan isi dan materi program yang sepatutnya diberikan berkenaan dengan tujuan pendidikan yang harus dicapai. Materi program pendidikan pada dasarnya lebih merupakan sebaran kurikulum yang akan dilaksanakan dalam proses pendidikan. Sedangkan sebaran isi kurikulum lebih merupakan pengorganisasian pengalaman belajar. Salah satu cara untuk membagi rumusan pengalaman belajar adalah dengan menggunakan taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom ini mengandung tiga ranah pengalaman belajar, yaitu:
1. Ranah konitif atau pengetahuan
2. Ranah afektif atau sikap
3. Ranah psikomotorik (keterampilan)
Ranah kognitif meliputi pengalaman belajar yang menitikberatkan kepada hasil intelektual dan pengetahuan yang diperoleh, misalnya pengertian, pemahaman dan kecakapan berpikir. Ranah afektif meliputi: pengalaman belajar yang menitikberatkan pada perasaan emosi, seperti: sikap, minat, apresiasi dan upaya penyesuaian diri. Sedangkan ranah psikomotorik meliputi berbagai jenis keterampilan.
Pertanyaan ketiga berkenaan dengan strategi atau metode dalam melaksanakan program pendidikan. Metode adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan materi dalam upaya mencapai tujuan intruksional yang ditetapkan. Sedangkan strategi lebih merupakan perencanaan atau taktik yang dirancang sedemikian rupa untuk tujuan pembelajaran yang lebih khusus. Metode dan strategi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam implementasi program pendidikan. Keduannya mengandung tugas-tugas atau kegiatan yang perlu dilakukan guru ataupun peserta didik dalam program pendidikan yang dilakukan. Oemar Malik mengajukan tiga alternatif pendekatan yang bisa digunakan dalam penyusunan strategi pembelajaran, yaitu:
1. Pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran. Artinya, materi atau topik pembelajaran bersumber dari mata pelajaran tersebut. Posisi lebih merupakan sebagai penyampai pesan. Siswa sebagai penerima pesan. Sedangkan bahan pelajaran adalah isi pesan tersebut. Dalam rangkaian komunikasi seperti itu dapat digunakan berbagai metode mengajar.
2. Pendekatan yang berpusat pada siswa. Pembelajaran tersebut dilaksanakan berdasarkan kebutuhan, minat dan kemampuan siswa. Dalam pendekatan ini lebih banyak digunakan metode dan strategi dalam rangka individualisasi pembelajaran.
3. Pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Pendekatan ini berupaya mengintegrasikan sekolah dan masyarakat. Prosedur yang ditempuh ialah mengundang masyarakat ke sekolah atau siswa berkunjung ke masyarakat. Prosedur yang ditempuh ialah mengundang masyarakat ke sekolah atau siswa berkunjung ke masyarakat. Metode yang digunakan antara lain: karyaawisata, narasumber, survei dan praktek kerja.
Pertanyaan keempat, yaitu bagaimana mengetahui program itu bisa mencapai arah yang ditetapkan berkaitan erat dengan program evaluasi. Komponen evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pelaksanaan pendidikan. Hasil evaluasi dapat dipandang sebagai petunjuk apakah sasaran yang ingin dituju (goals) itu tercapai atau tidak, apakah ditemukan kendala yang dialami dalam pencapaian tujuan di atas. Oleh sebab itu, sasaran evaluasi pada dasarnya ditujukan kepada tiga hal:
1. Peserta didik, sampai sejauhmana siswa dapat mencapai prestasi belajar sesuai dengan tujuan pendidikan.
2. Guru, sampai sejaumana guru melakukan tugasnya sebagai pengajar dalam mengantarkan anak didiknya ke arah yang ditetapkan sesuai dengan tujuan pendidikan.
3. Program, sampai sejauhmana program yang disiapkan cukup handal dan relevan guna mencapai tujuan pendidikan.
Kegiatan evaluasi juga berguna untuk mengetahui sejauhmana keseluruhan kegiatan optimal atau tidak. Melalui kajian evaluasi yang ada, akan diperoleh beberapa masukan berdasarkan umpan balik yang ada. Sehubungan dengan hal itu, maka ada dua sasaran pokok evaluasi dalam kaitannya dengan pelaksanaan pendidikan, yaitu:
1. Evaluasi terhadap hasil, artinya evaluasi ini menilai sampai sejauhmana keberhasilan garapan pendidikan telah dilaksanakan guna mengantarkan peserta didik dalam pencapaian tujuan pendidikan.
2. Evaluasi terhadap proses, artinya kegiatan evaluasi menitikberatkan kepada penilaian apakah proses pelaksanaan pendidikan ini efektif atau tidak, apakah cost dan pengeluaran lainnya selama proses pendidikan berlangsung sepadan dengan benefit dan hasil pendidikan yang diraih.
Dengan kata lain, evaluasi merupakan bagian penting implementasi pendidikan di sekolah. Keberadaannya merupakan petunjuk apakah keseluruhan program yang sudah dirancang dapat berjalan dengan baik atau tidak dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.
Deskripsi di atas menggambarkan komponen-komponen pendidikan saling berinteraksi satu sama lain dan saling mempengaruhi. Audrey dan Nicholls (1982: 49) menyebut empat tujuan komponen kurikulum pendidikan itu adalah sebagai berikut:
1. Tujuan (objectives)
2. Isi (contents)
3. Metode (methods, strategies)
4. Evaluasi (evaluation)
Keempat komponen tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Dengan kata lain, adanya kelemahan pada salah satu komponen, maka akan mempengaruhi komponen lainnya, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pada garapan pendidikan secara keseluruhan.

B. Pendidikan Sebagai Proses Pendewasaan
Seperti telah dibahas sebelumnya, pada dasarnya pendidikan adalah proses perubahan tingkah laku peserta didik. Perubahan tingkah laku yang dimaksud bukan sekedar perubahan dalam penambahan jenis tingkah lakunya, tetapi diharapkan terjadi perubahan struktur yang berkenaan dengan perubahan tingkah laku menuju kepada derajat kemapanan tertentu. Artinya, dalam garapan pendidikan akan terjadi proses perubahan tingkah laku menuju kepada kekuasaan.
Pendidikan merupakan suatu proses yang berdimensi luas, yaitu dari sisi-sisi peserta didik, sebagai pelaku yang belajar dan dari sisi pendidik/guru sebagai pelaku yang mengajar atau membelajarkan. Hubungan peserta didik adalah hubungan fungsional, dalam arti pelaku pendidik dan pelaku pendidik. Dari segi tujuan yang akan dicapai, baik pendidik maupun peserta didik memiliki tujuan tersendiri. Meskipun demikian, tujuan pendidik dan tujuan peserta didik dapat dipersatukan dengan tujuan instruksional.
Berikut ini, ciri umum unsur-unsur pendidikan sebagai proses interaksi yang meliputi, antara lain:
1. Pelaku; para pelaku utama pendidikan adalah para pendidikan sebagai pelaku pendidik mendidik dan para peserta didik sebagai pelaku peserta didik.
2. Tujuan, secara umum tujuan pendidikan adalah mampu membantu peserta didik untuk menjadi pribadi yang mandiri dan utuh menuju kepada kedewasaan. Dengan demikian, melalui interaksi pendidik dan peserta didik terjadi proses belajar mengajar sehingga terjadi proses perubahan mental dan jasmani peserta didik menuju kepada kedewasaan.
3. Tempat; garapan pendidikan dilaksanakan oleh lembaga pendidikan sekolah ataupun luar sekolah (UUSPN pasal 10). Namun demikian, tempat belajar bisa di sembarang tempat. Misalnya, pendidikan sekolah terjadi di sekolah melalui suatu kegiatan belajar mengajar yang berjenjang dan berkesinambungan. Sedangkan pendidikan luar sekolah (termasuk pendidikan keluarga) merupakan pendidikan yang terjadi di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.
4. Jenjang waktu; proses pendidikan secara umum dilakukan sepanjang hari (long live education) walaupun dalam lembaga pendidikan formal, jenis waktunya disesuaikan dengan ciri lembaga.
5. Ukuran keberhasilan, dalam garapan pendidikan ukuran keberhasilan secara umum dapat dilihat pada sampai sejauh mana terbentuknya pribadi yang terpelajar mandiri dan utuh menuju kepada kedewasaan
6. Output (hasil), hasil yang dicapai dalam garapan pendidikan adalah terbinanya manusia yang utuh dan dewasa, baik secara mental maupun jasmani dan perolehan hasil belajar berupa kemajuan ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap), serta ranah psikomotorik (keterampilan), sesuai dengan tujuan pendidikan yang diterapkan.

Rabu, 12 Januari 2011

PRINSIP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

KATA PENGANTAR
Bahasa Arab adalah bahasa al-Qur’an, bahasa umat Islam secara keseluruhan, dan bahasa internasional ketiga setelah bahasa Inggris dan Perancis. Dikatakan demikian karena mafhum, bahwa al-Qur’an sebagai kitab suci ditulis dalam bahasa Arab, dengan demikian ia tidak dapat dipisahkan dari medium ekspresi linguistiknya.
Secara makro, bahasa Arab adalah bahasa mayor umat Islam di dunia, dimana ia digunakan sebagai alat komunikasi dan informasi dalam keseharian, baik secara langsung maupun melalui media cetak dan elektronik. Banyak buku, majalah, koran, dan media cetak lainnya ditulis dalam bahasa Arab, demikian halnya tidak sedikit siaran radio, televisi, website, CD, dan media elektronik lainnya menggunakan bahasa Arab. Lebih dari itu, angka 0, 1, 2, 3 dan seterusnya merupakan kontribusi bahasa Arab yang besar terhadap usaha mempermudah hitungan dan penulisan angka. Hal ini menunjukkan keinternasionalan bahasa Arab yang tidak dapat disangkal sama sekali.
Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi.
Pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menimbang dengan segala macam karakteristik yang melingkupi mata pelajaran bahasa Arab di Madrasah Tsanawiyah, metode alternatif yang perlu digiatkan adalah metode pembelajaran berbantuan komputer. Metode ini dimunculkan bukan untuk menggantikan peran guru atau metode lain yang relevan dengan pembelajaran bahasa Arab, melainkan untuk saling menunjang dan melengkapi dalam rangka pembelajaran bahasa Arab yang menarik, efektif, dan efisien. Metode-metode tersebut diintegrasikan ke dalam kurikulum bahasa Arab dan disesuaikan dengan materi bahasa Arab yang sedang dipelajari.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman langsung di lapangan, ditemukan bahwa, program multimedia pembelajaran yang notabene merupakan sumber belajar yang dirancang (by designed) untuk mata pelajaran bahasa Arab bagi siswa Madrasah Tsanawiyah masih sangat sulit ditemukan.
B.     Tujuan
Pada bagian sebelumnya telah diberikan gambaran singkat tentang belajar dan pembelajaran.
Dari sini, makalah ini mencoba untuk memberikan penjelasan tentang prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran yang mana di dalamnya dibahas beberapa sub materi yaitu teori belajar, peran guru dan kompetensi guru Bahasa Arab, pembelajaran Bahasa Arab yang aktif dan efisien dan prinsip-prinsip pembelajaran Bahasa Arab.
Tujuan dari materi yang dibahas di sini adalah bagaimana seorang guru mampu melaksanakan pembelajaran Bahasa Arab secara aktif dan efisien, yang mana setiap guru tersebut memiliki kompetensi yang harus ada pada setiap guru Bahasa Arab.

BAB II
PRINSIP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Sebelum membahas masalah prinsip belajar dan pembelajaran sangatlah perlu dipahami terlebih dahulu konsep belajar. Apakah belajar itu ?. Menurut Gagne (1984: ) belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman. Galloway dalam Toeti Soekamto (1992: 27) mengatakan belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri-ciri sebagai berikut. (a). belajar adalah perubahan tingkahlaku; (b). perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan; (c). perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Menurut Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
Berbicara tentang belajar pada dasarnya berbicara tentang bagaimana tingkahlaku seseorang berubah sebagai akibat pengalaman (Snelbeker 1974 dalam Toeti 1992:10) Dari pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkahlaku sebelum kegiatan belajar mengajar dikelas seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa, agar proses belajar tersebut mengarah pada tercapainya tujuan dalam kurikulum maka guru harus merencanakan dengan seksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan tingkahlaku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan. Aktifitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal disebut dengan kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai starategi pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. Dalam pembelajaran proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan ( Arief Sukadi 1984:8) dan terkontrol. Tujuan -tujuan pembelajaran telah dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku. Peran guru disini adalah sebagai pengelola proses belajar mengajar tersebut.
Dalam sistem pendidikan kita (UU. No. 2 Tahun 1989), seorang guru tidak saja dituntut sebagai pengajar yang bertugas menyampaikan materi pelajaran tertentu tetapi juga harus dapat berperan sebagai pendidik.
Sistem pendidikan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sistem masyarakat yang memberinya masukan maupun menerima keluaran tersebut. Pembelajaran mengubah masukan yang berupa siswa yang belum terdidik menjadi siswa yang terdidik.
Fungsi sistem pembelajaran ada tiga yaitu fungsi belajar, fungsi pembelajaran dan fungsi penilaian. Fungsi belajar dilakukan oleh komponen siswa, fungsi pembelajaran dan penilaian ( yang terbagi dalam pengelolaan belajar dan sumber-sumber belajar) dilakukan oleh sesuatu di luar diri siswa (Arief,S. 1984:10).
Sebenarnya belajar dapat saja terjadi tanpa pembelajaran namun hasil belajar akan tampak jelas dari suatu pembelajaran. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan berlangsungnya proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar apabila dalam dirinya terjadi perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa dan sebagainya.
Dalam pembelajaran hasil belajar dapat dilihat langsung, oleh karena itu agar kemampuan siswa dapat dikontrol dan berkembang semaksimal mungkin dalam proses belajar di kelas maka program pembelajaran tersebut harus dirancang terlebih dahulu oleh para guru dengan memperhatikan berbagai prinsip-prinsip pembelajaran yang telah diuji keunggulannya.(Arief. Sukadi, 1991;12).
A.      Teori-Teori Belajar
Terdapat berbagai macam teori-teori belajar baik yang relevan ataupun yang tidak dengan kebutuhan kita.
1.    Teori Belajar Gestalt
Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari jerman yang sekarang terkenal di seluruh dunia. Di dalam belajar yang terpenting adalah adanya penyesuaian yaitu memperoleh respon yang tepat untuk memecahkan problem yang dihadapi. Belajar yang terpenting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti dengan apa yang dipelajari atau memperoleh insght.
2.         Teori Belajar B.F. Skinner
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
a.         Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b.         Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
3.      Teori Belajar Kognitif Menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”.
4.      Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
5.      Ausubal: Teori Belajar Bermakna
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna.
Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa. Langkah-langkah yang biasanya dilakukan guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel adalah sebagai berikut: Advance organizer, Progressive differensial, integrative reconciliation, dan consolidation.
B.     Peran Guru dan Kompetensi Guru Bahasa Arab
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu peran profesional, peran manusiawi, dan peran kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka peran pertama berkaitan dengar logika dan estetika, peran kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.
1.      Peran-peran profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak.
2.      Peran manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Peran-peran manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri. Usaha membantu ke arah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa peran pertama dan kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup.
3.      Peran kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN.
Ketiga peran guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal.
Jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi. Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak didik itu pada akhimya mampu memilih nilai-nilai hidup yang semakin komplek dan harus mampu membuat anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri.
Kita mengetahui cara manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat juga melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu, nyanyian), dapat melalui warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa ukiran, atau melalui simbul-simbul dan tanda tanda yang biasanya disebut rumus-rumus.

C.    Pembelajaran Bahasa Arab yang Efektif dan Efisien
Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses komunikasi antara pihak guru atau pendidik dengan peserta didik untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Proses komunikasi (proses penyampaian pesan) harus diciptakan atau diwujudkan melalui kegiatan penyampaian dan tukar menukar pesan atau informasi oleh setiap guru dan peserta didik (Rohani, 1994:1). Pesan atau informasi dapat berupa ide, fakta, arti, dan data (Miarso,1986: 6).
Melalui proses komunikasi, pesan atau informasi dapat diserap dan dihayati orang lain agar tidak terjadi kesesatan dalam proses komunikasi. Untuk itu perlu digunakan sarana yang membantu proses komunikasi yang disebut media. Dalam proses belajar mengajar, media yang digunakan untuk mempermudah komunikasi belajar  mengajar disebut media pembelajaran.
Media pembelajaran  adalah sarana komunikasi dalam proses belajar mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk mencapai proses dan hasil instruksional secara efektif dan efisien, serta tujuan instruksional dapat dicapai dengan mudah (Rohani,1994:4). 
Media sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Kehadirannya mempunyai arti yang sangat penting, karena pada dasarnya setiap materi pelajaran tentu memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada materi pelajaran yang tidak memerlukan media, namun di lain sisi ada materi pelajaran yang sangat memerlukan media. Materi pelajaran bahasa arab, misalnya,  menurut anggapan sebagian siswa, memiliki tingkat kesukaran lebih tinggi dibandingkan dengan pelajaran-pelajaran dan bahasa-bahasa lainnya. Misalnya, untuk mempelajari kosa kata qamar al-din - yang berarti jenis minuman bulan Ramadhan di Arab Saudi dan bukan berarti "bulan agama" dalam kontek pembicaraan tentang Berbuka Puasa - siswa akan lebih cepat mengerti manakala seorang guru membawa media, gambar atau barangnya, secara langsung dari pada menjelaskan dengan rumusan-rumusan atau definisi-definisi abstrak, agar tidak terjadi penerjemahan yang salah.
Dalam hal ini tentu kehadiran media sangat dibutuhkan untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap materi tersebut. Kesulitan materi yang disampaikan oleh guru kepada siswa dapat disederhanakan dengan bantuan media. Melalui media keabstrakan bahan dapat dikonkritkan. Dengan demikian, siswa lebih mudah mencerna bahan dari pada tanpa bantuan media.
Sejalan dengan uraian tersebut, Yunus (1942: 78) mengungkapkan bahwasanya media pengajaran mempunyai pengaruh yang sangat besar  bagi indera manusia, dan lebih dapat menjamin pemahaman seseorang. Orang yang mendengarkan saja tidaklah sama tingkat pemahamannya dibandingkan dengan mereka yang melihat, atau melihat dan sekaligus mendengar.
D.    Prinsip-prinsip Pembelajaran Bahasa Arab
Ada lima prinsip dasar dalam pengajaran bahasa Arab (asing), yaitu prinsip prioritas dalam proses penyajian, prinsip koreksitas dan umpan balik, prinsip bertahap, prinsip penghayatan, serta korelasi dan isi;
  1. Prinsip prioritas
Dalam pembelajaran Bahasa Arab, ada prinsip-prinsip prioritas dalam penyampaian materi pengajaran, yaitu; pertama, mengajarkan, mendengarkan, dan bercakap sebelum menulis. Kedua, mengakarkan kalimat sebelum mengajarkan kata. Ketiga, menggunakan kata-kata yang lebih akrab dengan kehidupan sehari-hari sebelum mengajarkan bahasa sesuai dengan penutur Bahasa Arab.
a.      Mendengar dan berbicara terlebih dahulu daripada menulis. Prinsip ini berangkat dari asumsi bahwa pengajaran bahasa yang baik adalah pengajaran yang sesuai dengan perkembangan bahasa yang alami pada manusia2, yaitu setiap anak akan mengawali perkembangan bahasanya dari mendengar dan memperhatikan kemudian menirukan. Hal itu menunjukkan bahwa kemampuan mendengar/menyimak harus lebih dulu dibina, kemudian kemampuan menirukan ucapan, lalu aspek lainnya seperti membaca dan menulis. Ada beberapa teknik melatih pendengaran/telinga,yaitu:
b.     Guru bahasa asing (Arab) hendaknya mengucapkan kata-kata yang beragam, baik dalam bentuk huruf maupun dalam kata. Sementara peserta didik menirukannya di dalam hati secara kolektif.
c.      Guru bahasa asing kemudian melanjutkan materinya tentang bunyi huruf yang hampir sama sifatnya. Misalnya: ه – ح, ء – ع س– ش, ز – ذ , dan seterusnya.
d.     Selanjutnya materi diteruskan dengan tata bunyi yang tidak terdapat di dalam bahasa ibu (bahasa indonesia) peserta didik, seperti: خ, ذ, ث, ص, ض dan seterusnya.
Adapun dalam pengajaran pengucapan dan peniruan dapat menempuh langkah-langkah berikut:
ü  Peserta didik dilatih untuk melafalkan huruf-huruf tunggal yang paling mudah dan tidak asing, kemudian dilatih dengan huruf-huruf dengan tanda panjang dan kemudian dilatih dengan lebih cepat dan seterusnya dilatih dengan melafalkan kata-kata dan kalimat dengan cepat. Misalnya : بى, ب, با, بو dan seterusnya.
ü  Mendorong peserta didik ketika proses pengajaran menyimak dan melafalkan huruf atau kata-kata untuk menirukan intonasi, cara berhenti, maupun panjang pendeknya.
ü  Mengajarkan kalimat sebelum mengajarkan bahasa. Dalam mengajarkan struktur kalimat, sebaiknya mendahulukan mengajarkan struktur kalimat/nahwu, baru kemudian masalah struktur kata/sharaf. Dalam mengajarkan kalimat/jumlah sebaiknya seorang guru memberikan hafalan teks/bacaan yang mengandung kalimat sederhana dan susunannya benar.Oleh karena itu, sebaiknya seorang guru bahasa Arab dapat memilih kalimat yang isinya mudah dimengerti oleh peserta didik dan mengandung kalimat inti saja, bukan kalimat yang panjang (jika kalimatnya panjang hendaknya di penggal – penggal). Contoh: اشتريت سيارة صغيرة بيضاء مستعملة مصنوعة في اليا بان Kemudian dipenggal – penggal menjadi : اشتريت سيارة اشتريت سيارة صغيرة اشتريت سيارة صغيرة بيضاء Dan seterusnya.
  1. Prinsip korektisitas (الدقة)
Prinsip ini diterapkan ketika sedang mengajarkan materi الأصوات (fonetik), التراكب (sintaksis), dan المعانى (semiotic). Maksud dari prinsip ini adalah seorang guru bahasa Arab hendaknya jangan hanya bisa menyalahkan pada peserta didik, tetapi ia juga harus mampu melakukan pembetulan dan membiasakan pada peserta didik untuk kritis pada hal-hal berikut:
a.       Korektisitas dalam pengajaran fonetik Pengajaran aspek keterampilan ini melalui latihan pendengaran dan ucapan. Jika peserta didik masih sering melafalkan bahasa ibu, maka guru harus menekankan latihan melafalkan dan menyimak bunyi huruf Arab yang sebenarnya secara terus-menerus dan fokus pada kesalahan peserta didik.
b.      Korektisitas dalam pengajaran sintaksis Perlu diketahui bahwa struktur kalimat dalam bahasa satu dengan yang lainnya pada umumnya terdapat banyak perbedaan. Korektisitas ditekankan pada pengaruh struktur bahasa ibu terhadap Bahasa Arab. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kalimat akan selalu diawali dengan kata benda (subyek), tetapi dalam bahasa Arab kalimat bisa diawali dengan kata kerja ( فعل ).
c.       Korektisitas dalam pengajaran semiotik Dalam bahasa Indonesia pada umumnya setiap kata dasar mempunyai satu makna ketika sudah dimasukan dalam satu kalimat. Tetapi, dalam bahasa Arab, hampir semua kata mempunyai arti lebih dari satu, yang lebih dikenal dengan istilah mustarak (satu kata banyak arti) dan mutaradif (berbeda kata sama arti). Oleh karena itu, guru bahasa Arab harus menaruh perhatian yang besar terhadap masalah tersebut. Ia harus mampu memberikan solusi yang tepat dalam mengajarkan makna dari sebuah ungkapan karena kejelasan petunjuk.
  1. Prinsip Berjenjang ( التدرج)
Dilihat dari sifatnya, ada 3 kategori prinsip berjenjang, yaitu:
a.      Pergeseran dari yang konkrit ke yang abstrak, dari yang global ke yang detail, dari yang sudah diketahui ke yang belum diketahui.
b.      Ada kesinambungan antara apa yang telah diberikan sebelumnya dengan apa yang akan ia ajarkan selanjutnya.
c.       Ada peningkatan bobot pengajaran terdahulu dengan yang selanjutnya, baik jumlah jam maupun materinya.
Jenjang Pengajaran mufrodat Pengajaran kosa kata hendaknya mempertimbangkan dari aspek penggunaannya bagi peserta didik, yaitu diawali dengan memberikan materi kosa kata yang banyak digunakan dalam keseharian dan berupa kata dasar. Selanjutnya memberikan materi kata sambung. Hal ini dilakukan agar peserta didik dapat menyusun kalimat sempurna sehingga terus bertambah dan berkembang kemampuannya.
Jenjang Pengajaran Qowaid (Morfem), dalam pengajaran Qowaid, baik Qowaid Nahwu maupun Qowaid Sharaf juga harus mempertimbangkan kegunaannya dalam percakapan/keseharian. Dalam pengajaran Qawaid Nahwu misalnya, harus diawali dengan materi tentang kalimat sempurna (Jumlah Mufiidah), namun rincian materi penyajian harus dengan cara mengajarkan tentang isim, fi’il, dan huruf.
Tahapan pengajaran makna ( دلالة المعانى) Dalam mengajarkan makna kalimat atau kata-kata, seorang guru bahasa Arab hendaknya memulainya dengan memilih kata-kata/kalimat yang paling banyak digunakan/ditemui dalam keseharian meraka. Selanjutnya makna kalimat lugas sebelum makna kalimat yang mengandung arti idiomatik.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Supaya metode ini dapat diterapkan secara efektif dan efisien diperlukan program multimedia pembelajaran yang baik dan telah teruji mutunya.
Program yang dikomersialkan maupun yang ada di beberapa madrasah maupun tempat sumber belajar masih bersifat umum dan dirancang tidak sesuai dengan kurikulum bahasa Arab Madrasah Tsanawiyah yang sedang dipelajari saat ini, apalagi yang dikembangkan dengan berbagai tahapan validasi atau uji coba. Di beberapa Madrasah Tsanawiyah proses pembelajaran bahasa Arab umumnya masih terpaku pada buku teks.
B.     Saran
Kami sebagai penyusun makalah ini, menyadari bahwa apa yang telah kami buat ini belum mencapai tahap kesempurnaan. Maka dari itu kami sangat mengharapkan masukan-masukan, baik dari dosen ataupun rekan-rekan, yang dapat melengkapi segala kekurangan yang ada pada makalah ini.
Semoga apa yang telah kami lakukan bermanfaat bagi semua. Atas perhatian kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad Azhar. 2003. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Zaenuddin Radliyah. 2005. Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab. Yogyakarta: Pustaka Rihlah

Selasa, 11 Januari 2011

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalam berbagai kepustakaan aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini.
Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan yang telah dimulai zaman Yunani kuno, berkembang pesat di Eropa dan Amerika. Aliran-aliran klasik maupun gerakan-gerakan baru dalam pendidikan pada umumnya berasal dari dua kawasan ini. Pemikiran-pemikiran itu tersebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, dengan berbagai cara seperti dibawa oleh bangsa penjajah ke daerah jajahanya, melalui bacaan buku dan di bawa oleh orang yang pergi belajar ke Eropa atau Amerika dan sebagainya. Penyebaran itu menyebabkan pemikiran-pemikiran dari kedua kawasan ini pada umumnya menjadi acuan dalam penerapan kebijakan di bidang pendidikan di berbagai negara.
Aliran-aliran klasik ini meliputi aliran empirisme, nativisme, naturalisme dan konvergensi. Aliran ini mewakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan, mulai dari yang paling pesimis sampai dengan yang paling optimis. Aliran yang paling pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat, bahkan mungkin merusak bakat yang telah dimiliki anak. Sedangkan aliran yang paling optimis memandang anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati. Banyak pemikiran yang berada di antara kedua kutub tersebut yang dapat dipandang sebagai variasi gagasan dan pemikiran dalam pendidikan.
A.    Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari loacken tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Menurut pandangan empirisme pendidikan memegang peranan yang sangat penting sebab pendidik dapat menyediakan llingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman itu yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Aliran empiris dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan.
B.     Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Hasil pendidikan tergantung pada pembawaan.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya kalau anak itu pembawaannya baik maka dia akan menjadi baik. Pembawaan baik dan buruk ini tidak diubah oleh kekuatan dari luar.
C.     Aliran Naturalis
Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan itu baik, dan akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan, dia juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan yang baik anak itu.
Aliran ini berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang dilaksanakan adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan.
D.    Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern, seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.
Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan dari lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu.